Jumat, 08 Oktober 2010

"BADAI PASTI BERLALU?"





- Judul Buku: Satu Dekade Pasca-Krisis Indonesia: Badai Pasti Berlalu?
- Penulis: Sri Adiningsih, A Ika Rahutani, Ratih Pratiwi Anwar, R
Awang Susatya Wijaya, Ekoningtyas Margu Wardani
- Penerbit: Kanisius
- Cetakan: 2008
- Tebal: xvii + 181 Halaman

Krisis ekonomi yang melanda Asia tahun 1997 tidak pernah terbayangkan akan terjadi pada saat itu. Betapa tidak, kawasan Asia Timur sangat terkenal dengan negara-negara Macan Asianya, seperti Korea Selatan, Hongkong, Singapura, Taiwan, Malaysia, dan Indonesia. Kawasan ini berkembang pesat. Saat itu sering dianggap sebagai "keajaiban dunia" sehingga menjadi contoh bagi negara-negara sedang berkembang dalam membangun perekonomian.
Kilas balik peristiwa lebih dari 10 tahun lalu itu mengawali perjalanan isi buku berjudul Satu Dekade Pasca-Krisis Indonesia, Badai Pasti Berlalu?. Peristiwa mulai jatuhnya Indonesia dalam krisis moneter 1997 dan perjalanan krisis ekonomi setelahnya termasuk upaya untuk keluar dari krisis menjadi inti buku ini.
Apa yang menarik dari buku ini? Buku ini cukup gamblang memaparkan perjalanan ekonomi Indonesia 1997-2007 sekaligus memaparkan tantangan ekonomi ke depan. Termasuk gugatan atas sistem ekonomi liberal yang dianut negara ini, meskipun gugatan itu ditulis sekilas. Buku yang ditulis para peneliti Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gadjah Mada ini memang khas bergaya peneliti disertai data cukup lengkap berbentuk tabel dan grafik. Buku ini memotret dimensi ekonomi makro dan mikro. Ia menyajikan potret sektor moneter, riil, dan fiskal, serta tidak lupa menampilkan potret kondisi sosial masyarakat, seperti kemiskinan dan pengangguran.
Awalnya, pertumbuhan ekonomi berbasis sistem ekonomi liberal memang menunjukkan sisi positifnya, pengangguran menurun dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Namun, akibat sistem itu pulalah negara ini terjun bebas dalam krisis. Krisis ekonomi ini memberi pelajaran berharga. Semakin liberalnya perekonomian menyimpan potensi kerawanan. Perkembangan ekonomi yang pesat tanpa dukungan perkembangan faktor sosial, budaya, politik, dan pendukung lainnya yang selaras bisa menimbulkan potensi destabilitas ekonomi yang besar. Bahkan juga dapat mengguncang stabilitas sosial dan politik.
Pemulihan ekonomi berangsur-angsur dilakukan melalui tiga tahap, penyelamatan, pemulihan, dan pengembangan. Penahapan dilakukan dengan mengombinasikan dengan program IMF. September 1997, untuk mengatasi krisis ekonomi, dikeluarkan lima program utama, yaitu stabilisasi rupiah, konsolidasi fiskal, pengurangan defisit transaksi berjalan, penguatan perbankan, dan penguatan korporasi.
Setelah 10 tahun krisis berjalan, ekonomi Indonesia belum bisa bangkit, tumbuh, dan berkembang seperti yang diharapkan. Meski pada kuartal IV 2004 ekonomi pernah tumbuh 7 persen, secara umum Indonesia masih sulit menembus pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen saat ini. Motor penggerak ekonomi utama seperti investasi dan industri masih berjalan lamban. Perkembangan perekonomian satu dekade menunjukkan kualitas pembangunan ekonomi makin memburuk. Potensi terjadinya krisis ulangan masih tetap ada. "Jangan sampai kita terperosok dalam lubang yang sama". Itulah peringatan yang
disampaikan buku ini. Sejarah memang menjadi pelajaran berharga.

Sumber:
Naskah= Kompas, 23 Apr 2008
Ilustrasi= koskowbuku.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar